Mahabharata : Epos Terbesar Sepanjang Masa - Dalam kesusastraan Indonesia kuna kita mengenal dua epos besar, yaitu Ramayana dan Mahabharata, yang pada awalnya ditulis dalam bahasa Sanskerta. Mahabharata berasal dari kata maha yang berarti ‘besar’ dan kata bharata yang berarti ‘bangsa Bharata’. Pujangga Panini menyebut Mahabharata sebagai “Kisah Pertempuran Besar Bangsa Bharata”.
Kisah yang diceritakan dalam epos Mahabharata sebagai Epos Terbesar Sepanjang Masa adalah konflik atau pertentangan antara dua saudara sepupu yaitu Kurawa dan Pandawa, yang berkembang menjadi suatu perang besar dan menyebabkan musnahnya bangsa bharata yang juga disebut bangsa Kuru.
Sudah sejak lama orang mengenal kisah Mahabharata yang merupakan Epos Terbesar Sepanjang Masa. Para pecinta karya sastra mengenalnya dari berbagai sumber tulisan berupa naskah-naskah kuno. Dalam perjalanan panjang Mahabharata, semenjak diciptakan sekian ratus tahun yang lalu hingga kini, telah berkembang berbagai versi yang tersaji dalam bahasa yang indah dan sarat dengan pesan moral.
Padang Kurusetra |
Di Indonesia, kisah Mahabharata dikenal oleh masyarakatnya melalui berbagai media seperti cerita bersambung di Koran atau tabloid, pertunjukan wayang orang atau wayang kulit dan yang sangat terkenal adalah tayangan kisah Mahabharata dari India melalui stasiun televisi ANTV.
Tayangan ini menjadi tontonan yang sangat populer di Indonesia, hampir semua orang mulai dari anak-anak maupun orang dewasa tidak memandang suku dan agama, dalam kesibukannya mereka menyempatkan diri untuk menonton tayangan ini.
Berikut ini saya tuliskan kembali ringkasan cerita Mahabharata yang saya ambil dari berbagai sumber, salah satunya adalah novel “Mahabharata” karya Nyoman S. Pendit kemudian akan diceritakan kembali secara detail pada artikel-artikel berikutnya.
Ringkasan Cerita
Diceritakan ada dua bersaudara putra seorang maharaja, yaitu Drestarata dan Pandu Dewanata. Drestarata, si putra sulung, terlahir buta. Karena cacat, menurut kepercayaan Hindu ia tidak bisa dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya. Sebagai gantinya, Pandu si putra bungsu dinobatkan nenjadi raja.
Drestarata mempunyai 100 putra yang dikenal sebagai Kurawa, sedangkan Pandu mempunyai lima putra yang dikenal sebagai Pandawa. Kelima Pandawa itu adalah Yudhistira, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa. Raja Pandu meninggal dalam usia yang masih muda, ketika anak-anaknya belum dewasa. Oleh sebab itu, meskipun buta, Drestarata diangkat menjadi raja, mewakili putra-putra Pandu.
Drestarata membesarkan anak-anaknya sendiri dan Pandawa, kemenakannya. Ia dibantu Bhisma, paman tirinya. Ketika anak-anak itu sudah cukup besar, Bhisma menyerahkan mereka semua kepada Mahaguru Drona untuk dididik dan diberi ajaran berbagai ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan yang harus dikuasai putra-putra bangsawan atau kesatria.
Setelah para kesatria itu selesai belajar dan menginjak usia dewasa, Drestarata menobatkan Yudhistira, Pandawa yang sulung, sebagai raja. Kebijaksanaan dan kebajikan Yudhistira dalam memerintah kerajaan membuat anak-anak Drestarata, terutama Duryodhana putra sulungnya, dengki dan iri hati.
Duryodhana bersahabat dengan Karna, anak sais kereta yang sebenarnya putra sulung Kunti, ibu Pandawa, yang terlahir sebelum putri itu menjadi permaisuri Pandu. Sejak semula Karna selalu memusuhi Arjuna. Permusuhan Karna dengan Pandawa diperuncing karena persekutuannya dengan Sengkuni.
Bale Sigala gala
Kedengkian dan iri hati Kurawa terhadap Pandawa makin mendalam. Kurawa menyusun rencana untuk membunuh Pandawa dengan membakar mereka hidup-hidup ketika para sepupu mereka sedang beristirahat dalam istana yang sengaja dibuat dari papan kayu.
Pandawa berhasil menyelamatkan diri dan lari ke hutan berkat pesan rahasia Widura kepada Yudhistira, jauh sebelum peristiwa pembakaran terjadi.
Sayembara Drupadi
Kehidupan yang berat selama mengembara di hutan membuat Pandawa menjadi kesatria-kesatria yang tahan uji dan kuat menghadapi segala marabahaya dan kepahitan hidup. Pada suatu hari, mereka mendengar tentang sayembara yang diadakan oleh Raja Drupada dari Negeri Panchala untuk mencarikan suami bagi Dewi Drupadi, putrinya yang terkenal cantik, bijaksana dan berbudi halus.
Sayembara itu diselenggarakan dengan megah dan meriah. Banyak sekali putra mahkota dari berbagai negeri datang untuk mengadu nasib. Tak satu pun dari para putra mahkota yang semuanya gagah perkasa itu berhasil memenangkan sayembara. Tak satu pun kesatria yang mampu memanah sasaran berupa satu titik kecil di dalam lubang sempit di pusat cakra yang terus-menerus diputar.
Arjuna yang saat itu menyamar sebagai brahmana maju ke tengah gelanggang. Semula sayembara itu hanya boleh diikuti oleh golongan kesatria, tetapi karena tidak ada kesatria yang mampu memenangkannya, Raja Drupada mempersilakan para pria dari golongan lain untuk ikut.
Panah Arjuna tepat mengenai sasaran, ia memenangkan sayembara dan berhak mempersunting Drupadi.
Pandawa membawa Drupadi menghadap Dewi Kunti, ibu mereka. Sesuai nasihat Dewi Kunti dan sumpah mereka untuk selalu berbagi adil dalam segala hal, Pandawa menjadikan Dewi Drupadi sebagai istri mereka bersama.
Indraprastha
Munculnya Pandawa di muka umum membuat orang tahu bahwa mereka masih hidup. Drestarata memanggil mereka pulang dan membagi kerajaan menjadi dua, untuk Kurawa dan Pandawa. Kurawa mendapat Hastinapura dan Pandawa mendapat Indraprastha. Di bawah pemerintahan Yudhistira, Indraprastha menjadi negeri yang makmur sejahtera dan selalu menegakkan keadilan.
Duryodhana iri melihat kemakmuran negeri yang diperintah Pandawa. Ia menyusun rencana untuk merebut Indraprastha dengan mengundang Yudhistira bermain dadu. Dalam tradisi kaum kesatria, undangan bermain judi tidak boleh ditolak.
Permainan Dadu
Dengan licik Kurawa membuat Yudhistira terpaksa bermain dadu melawan Sengkuni yang tak segan-segan bermain curang hingga Yudhistira tak pernah bisa menang. Yudhistira kalah dengan mempertaruhkan kekayaannya, istananya, kerajaannya, saudara-saudaranya, bahkan dirinya sendiri. Setelah semua yang bisa dipertaruhkannya habis, Yudhistira yang tak kuasa mengendalikan diri mempertaruhkan Dewi Drupadi, istri Pandawa.
Tragedi Drupadi, sumber gambar : Iskcon Education Service |
Masa Pembuangan
Karena kalah berjudi, Yudhistira dan saudara-saudaranya serta Dewi Drupadi diusir dari kerajaan. Mereka diharuskan hidup mengembara di hutan selama 12 tahun, lalu pada tahun ketiga belas harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun.
Setelah 12 tahun hidup dalam pembuangan, Pandawa hidup menyamar di negeri Raja Wirata. Yudhistira menyamar sebagai brahmana dengan nama Jaya atau Kanka, Bhima sebagai juru masak dengan nama Jayanta atau Ballawa atau Walala, Arjuna sebagai guru tari yang seperti wanita dengan nama Wijaya atau Brihanala, Nakula sebagai tukang kuda dengan nama Jayasena atau Granthika atau Dharmagranthi, Sadewa sebagai gembala sapi dengan nama Jayadbala atau Tantripala atau Aistanemi dan Drupadi sebagai dayang-dayang permaisuri raja dengan nama Sairandhri.
Setelah 12 tahun hidup dalam pembuangan, Pandawa hidup menyamar di negeri Raja Wirata. Yudhistira menyamar sebagai brahmana dengan nama Jaya atau Kanka, Bhima sebagai juru masak dengan nama Jayanta atau Ballawa atau Walala, Arjuna sebagai guru tari yang seperti wanita dengan nama Wijaya atau Brihanala, Nakula sebagai tukang kuda dengan nama Jayasena atau Granthika atau Dharmagranthi, Sadewa sebagai gembala sapi dengan nama Jayadbala atau Tantripala atau Aistanemi dan Drupadi sebagai dayang-dayang permaisuri raja dengan nama Sairandhri.
Kembali Dari Masa Pembuangan
Setelah tiga belas tahun mereka jalani dengan penuh penderitaan, Pandawa memutuskan untuk meminta kembali kerajaan mereka. Perundingan dilakukan dengan Kurawa untuk mendapatkan kembali Indraprastha secara damai. Sayang, perundingan itu gagal karena Duryodhana menolak semua syarat yang diajukan Yudhistira. Kemudian kedua belah pihak berusaha mencari sekutu sebanyak-banyaknya. Raja Wirata dan Krishna menjadi sekutu Pandawa, sedangkan Bhisma, Drona, dan Salya memihak Kurawa.
Perang Bharatayuda
Setelah semua usaha mencari jalan damai gagal, perang tidak bisa dihindarkan. Dalam pertempuran di padang Kurukshetra, Arjuna sedih melihat bagaimana sanaksaudaranya tewas di hadapannya. Arjuna ingin tidak berperang. Ia ingin meletakkan senjata.
Untuk membangkitkan semangat Arjuna dan mengingatkan dia akan tugasnya sebagai kesatria, Krishna, sebagai pengemudi keretanya, memberi nasihat mengenai tugas dan kewajiban seorang kesatria sesuai panggilan dharma-nya. Percakapan antara Krishna dan Arjuna itu dimuat dalam Bhagavadgita.
Pertempuran dahsyat antara Pandawa dan Kurawa berlangsung selama delapan belas hari. Darah para pahlawan bangsa Bharata membasahi bumi padang pertempuran. Bhisma, Drona, Salya, Duryodhana dan pahlawanpahlawan besar lainnya, juga balatentara Kurawa musnah di medan perang itu.
Untuk membangkitkan semangat Arjuna dan mengingatkan dia akan tugasnya sebagai kesatria, Krishna, sebagai pengemudi keretanya, memberi nasihat mengenai tugas dan kewajiban seorang kesatria sesuai panggilan dharma-nya. Percakapan antara Krishna dan Arjuna itu dimuat dalam Bhagavadgita.
Pertempuran dahsyat antara Pandawa dan Kurawa berlangsung selama delapan belas hari. Darah para pahlawan bangsa Bharata membasahi bumi padang pertempuran. Bhisma, Drona, Salya, Duryodhana dan pahlawanpahlawan besar lainnya, juga balatentara Kurawa musnah di medan perang itu.
Pembalasan Aswathama
Aswatthama, anak Drona, membalas kematian ayahnya dengan masuk ke perkemahan Pandawa di malam hari. Ia membunuh anak-anak Drupadi dan membakar habis perkemahan Pandawa.
Pada akhirnya Pandawa memang menang, tetapi mereka mewarisi janda-janda dan anak-anak yatim piatu karena seluruh balatentara musnah. Aswatthama berusaha memusnahkan Pandawa dengan membunuh bayi dalam kandungan istri Abhimanyu. Berkat kewaspadaan Krishna, bayi itu dapat diselamatkan. Bayi itu lahir dan diberi nama Parikeshit.
Pada akhirnya Pandawa memang menang, tetapi mereka mewarisi janda-janda dan anak-anak yatim piatu karena seluruh balatentara musnah. Aswatthama berusaha memusnahkan Pandawa dengan membunuh bayi dalam kandungan istri Abhimanyu. Berkat kewaspadaan Krishna, bayi itu dapat diselamatkan. Bayi itu lahir dan diberi nama Parikeshit.
Pandawa Moksha
Setelah perang berakhir, Yudhistira melangsungkan upacara aswamedha dan ia dinobatkan menjadi raja. Drestarata yang sudah tua tidak dapat melupakan anakanaknya yang tewas di medan perang, terutama Duryodhana. Walaupun Drestarata tinggal bersama Yudhistira dan selalu dilayani dengan sangat baik, namun pertentangan batinnya dengan Bhima tidak dapat dielakkan.
Akhirnya Drestarata minta diri untuk pergi ke hutan dan bertapa bersama istrinya, Dewi Gandhari. Sesuai janji mereka untuk selalu bersama, Kunti menemani Gandhari pergi ke hutan. Dalam sebuah kebakaran hebat yang terjadi di hutan, mereka musnah dimakan api.
Kedukaan yang mendalam atas kematian sanaksaudara mereka dalam perang membuat hati Pandawa tidak bisa tenang. Akhirnya, setelah menyerahkan takhta kerajaan kepada Parikeshit, cucu mereka, Pandawa meninggalkan ibukota dan pergi mendaki Gunung Himalaya. Seekor anjing menyertai mereka.
Dalam perjalanan ke puncak Gunung Himalaya, satu per satu Pandawa gugur. Roh mereka segera disambut Indra, Hyang Tunggal di surga.
Akhirnya Drestarata minta diri untuk pergi ke hutan dan bertapa bersama istrinya, Dewi Gandhari. Sesuai janji mereka untuk selalu bersama, Kunti menemani Gandhari pergi ke hutan. Dalam sebuah kebakaran hebat yang terjadi di hutan, mereka musnah dimakan api.
Kedukaan yang mendalam atas kematian sanaksaudara mereka dalam perang membuat hati Pandawa tidak bisa tenang. Akhirnya, setelah menyerahkan takhta kerajaan kepada Parikeshit, cucu mereka, Pandawa meninggalkan ibukota dan pergi mendaki Gunung Himalaya. Seekor anjing menyertai mereka.
Dalam perjalanan ke puncak Gunung Himalaya, satu per satu Pandawa gugur. Roh mereka segera disambut Indra, Hyang Tunggal di surga.
Kesimpulan
Jika di India, konon kisah ini benar-benar terjadi maka melalui pujangga-pujangga Indonesia seperti Mpu Kanwa, Mpu Seda dan Mpu Panuluh, kisah ini dibumbui dengan berbagai kisah tambahan yang sarat makna dan pesan moral.Sehingga terdapat perbedaan antara kisah Mahabharata yang asli dari India dengan Mahabharata versi Indonesia meskipun secara garis besar memiliki persamaan.Bahkan saking eratnya kisah ini dengan kehidupan masyarakat, khususnya di pulau Jawa, banyak nama tempat atau nama gunung yang diambil dari kisah Mahbharata ini seperti gunung Arjuno, Sapta Arga dan kawah Candra dimuka yang ada di gunung Semeru serta berbagai nama lainnya.
Demikian ringkasan kisah Mahabharata, kisah pewayangan yang sangat terkenal dan terbesar sepanjang masa di dunia terutama di Indonesia.
0 comments:
Post a Comment