Ramayana : Cerita Pewayangan Yang Populer Di Indonesia - Cerita Ramayana merupakan salah satu cerita yang berasal dari India yang sampai kepada kita dan sangat populer serta digemari oleh masyarakat Indonesia. Dari masa ke masa Cerita Ramayana terus hidup di masyarakat berbagai daerah di Indonesia, namun di pulau Jawa dan Bali cerita ini tumbuh subur dalam tradisi daerahnya.
Ramayana |
Di pulau Jawa dan Bali, cerita Ramayana di terjemahkan dalam berbagai bentuk tradisi dan seni. Cerita Ramayana di gambarkan pada rangkaian panil candi di Candi Prambanan di Jawa Tengah dan Candi Panataran di Jawa Timur. Petikan-petikan cerita Ramayana juga diterjemahkan dalam bentuk seni pertunjukan seperti sendratari Ramayana yang biasanya dipentaskan secara kolosal di alam terbuka dengan Candi Prambanan sebagai latar belakangnya.
Selain itu, Cerita Ramayana juga dipentaskan dalam bentuk pertunjukan wayang baik di pulau Jawa maupun di pulau Bali. Ditinjau dari cara penggambaran tokoh-tokoh cerita Ramayana dalam bentuk visual, akan terlihat adanya perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu antara lain bisa dilihat dari gaya seni yang dimiliki masing-masing gambar.
Yang menarik untuk disimak adalah perubahan gaya dari gaya Jawa Tengah yang berkembang di daerah Jawa Tengah ke gaya seni Jawa Timur yang berkembang di daerah Jawa Timur. Setelah kerajaan Majapahit mengalami kekalahan, ada beberapa kerabat kerjaan yang melarikan diri ke pulau Bali.
Mereka membawa serta sebagian tradisi kebudayaan mereka, diantaranya gaya seni Jawa Timur. Ini terlihat jelas pada gaya lukis (visual) di Bali, sehingga terlihat jelas adanya kemiripan-kemiripan antara penggambaran tokoh cerita Ramayana di candi Panataran dan penggambaran tokoh-tokoh Ramayana dalam patung, wayang, tarian dan lukisan-lukisan di Bali.
Cerita Ramayana adalah satu dari dua epik terbesar yang berasal dari India. Dua versi yang dapat dianggap paling terkenal di Indonesia adalah versi Walmiki dan Bhattikawya. Selain yang berupa prosa dan kemudian dibukukan terjemahannya diantaranya oleh Sunardi D.M dan Rajagopalachari, ada beberapa versi cerita Ramayana yang bisa dijumpai di Indonesia.
Rama dan Sinta |
Menurut Prof. Dr. R.M.Ng. Purbatjaraka, seorang budayawan dan pakar sastra Jawa Kuna, yang menjadi sumber penulisan Kakawin Ramayana Jawa Kuna adalah Ramayana Bhattikawya, bukan Ramayana Walmiki yang diperkirakan dibuat antara tahun 400 - 200 Sebelum Masehi.
Bhattikawya adalah seorang pujangga India kuno yang melakukan transformasi kitab Ramayana dari kitab Rawanawadha. Hal ini disimpulkan oleh Manomohan Ghosh, seorang peneliti sastra dari India yang menemukan adanya beberapa kesamaan antara Ramayana Jawa dengan bait-bait dalam Rawanawadha. Kakawin sendiri dapat diterjemahkan secara bebas sebagai puisi klasik yang menggunakan bahasa Kawi / Jawa Kuna (Jawa Kuno).
Dari India, cerita Ramayana ini menyebar ke berbagai negara Asia lainnya, diantaranya Indonesia, Laos, Kamboja, Birma, Thailand dan Filipina. Di masing-masing tempat, cerita Ramayana yang asli kemudian terakulturasi dengan kebudayaan setempat, namun demikian inti dari cerita Ramayana sendiri masih sama, yaitu menyangkut alur cerita yang kompleks, indah dilihat dari segi tata bahasa dan bertujuan untuk memberikan pengajaran moral.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa Ramayana sebenarnya berasal dari India yang kemudian terakulturasi ke negara-negara di Asia lainnya, tentunya memiliki dampak pergeseran dan adaptasi alur cerita, ending cerita maupun panjangnya kakawin yang kemudian disebarluaskan. Sebelum diadaptasi di Bali, cerita Ramayana ditulis dalam bentuk nyanyian berbahasa Jawa Kuna yang diduga dibuat pada Masa Pemerintahan Dyah Balitung -- Raja Mataram Hindu, pada kisaran tahun 820-832 Saka (870 M).
Cerita berbentuk Kakawin ini konon dianggap sebagai adikakawin yang pertama dan terpanjang dan terindah sepanjang sejarah Hindu- Jawa. Pun kakawin yang dianggap terpanjang ini ternyata tidak sepanjang cerita Ramayana aslinya yang berasal dari India. Kakawin Ramayana yang kemudian diadaptasi dan menyebar di Bali diyakini karangan Empu Yogiswara dalam bahasa Jawa Kuno, dibuat pada zaman Kediri, bertahun 1016 Saka (1094 Masehi) yang terdiri atas 24.000 bait, dimana 700 bab yang ada didalamnya diambil dari Bhatikawya.
Memang masih ada beberapa kontroversi apakah penulis Ramayana yang dianut di Bali adalah Empu Yogiswara ini, namun pada karangan Yogiswara inilah Rama diceritakan mengunjungi sebuah candi megah yang gambarannya seperti Candi Prambanan. Karya ini dikenal juga dengan Rahwana Nadha.
Di Bali, teks Ramayana berbentuk kakawin ini sangat populer, bahkan bagian-bagian dari petuah Rama kepada Baratha dan Wibisana dinamakan Astha Baratha yang isinya adalah tuntunan perilaku seorang Raja. Bukti bahwa kakawin ini diterima dimasyarakat salah satunya adalah dengan munculnya beberapa kakawin yang terinspirasi lagi daripadanya, yaitu Kakawin Nithi Raja Sesana yang dihasilkan oleh Cokorda Denpasar yang merupakan asli orang Bali.
Pada tahun 1970-an, cerita Ramayana di Bali yang juga serupa dengan kisah Ramayana di Jawa, memiliki detail-detail yang mirip dengan Ramayana adaptasi dari Kamboja, hanya saja pada cerita Ramayana dari Kamboja yang biasa dipentaskan dalam bentuk sendratari, memiliki sedikit tambahan dan perbedaan pada adegan pertemuan antara Hanoman dan Jatayu yang kemudian dikembangkan menjadi hubungan percintaan.
Perbedaan lain juga terlihat pada jelmaan kijang, dimana pada Ramayana di Bali kijang merupakan penjelmaan dari Kala Marica, patih dari Rahwana, sedangkan pada Ramayana Kamboja, kijang merupakan jelmaan dari Rahwana.
Perbedaan yang terbesar pada kisah cinta Rama dan Sinta antara versi Walmiki dengan versi Jawa dan Bali adalah pada akhir ceritanya. Pada Ramayana versi Walmiki, akhir ceritanya Rama dan Sita tidak hidup bersama. Pada penghujung cerita, Sita kemudian terjun ke dalam lautan api yang dibuat oleh Laksmana untuk membuktikan kesucian dirinya (disebut upacara Sati), sesuai dengan adat istiadat di lingkungan kerajaan Ayodya.
Hal tersebut dilakukan selain untuk membuktikan kesucian dirinya, juga untuk menjaga kewibawaan Rama disana. Sedangkan akhir cerita pada Ramayana versi Jawa dan Bali, keduanya hidup bersama di Ayodya.
Ringkasan Cerita Ramayana
Ringkasan cerita Ramayana pada penelitian disini hanya merupakan sempalan cerita dan difokuskan pada cerita yang tertuju pada Rama, Sinta (Sita) istrinya dan kisah penculikan Sita yang dilakukan oleh Rahwana. Secara global, kisah Ramayana menceritakan relasi antar sesama yang memiliki muatan kewajiban, pemetaan karakter-karakter ideal dari seorang raja, istri, pelayan (pegawai/ bawahan) serta hubungan persaudaraan. Kisah ini terbagi dalam tujuh kitab yang disebut juga saptakanda yang berupa kitab-kitab yang berkesinambungan.
Kisah Ramayana dimulai dari pengenalan tokoh Rama yang merupakan putra Prabu Dasaratha, penguasa negeri Ayodya. Prabu Dasaratha memiliki tiga orang permaisuri (Kosalya, Kekayi dan Sumitra) dan empat orang putra, yaitu Rama, Bharata, Laksmana dan Satrughna. Seperti halnya seorang pemimpin negeri yang bijak, Prabu Dasaratha berusaha untuk membuat daerah kerajaannya aman dan sentosa.
Oleh karena itu ketika Wiswamitra meminta bantuan supaya tempat pertapaannya dibebaskan dari serangan para raksasa, maka Prabu Dasaratha mengutus anaknya yang tertua, yaitu Rama dengan ditemani Laksmana untuk mengatasi kekacauan tadi. Selepas menunaikan titah Prabu Dasaratha, Rama dan Laksmana melewati negeri Mithilda yang sedang melakukan sayembara.
Adapun sayembara yang sedang dilakukan berhadiah putri Raja bernama Sita untuk dipersunting sebagai istri. Sayembara yang dimenangkan oleh Rama ini akhirnya membuat keduanya menjadi suami istri.
Kitab pertama diakhiri oleh pulangnya Rama, Sita dan Laksmana ke Ayodya serta tidak disetujuinya Rama untuk diangkat menjadi raja, akibat janji prabu Dasaratha sebelumnya kepada Kekayi yang menuntut Bharata yaitu anaknya, untuk menggantikan prabu Dasaratha alih-alih mengangkat Rama sebagai penguasa baru.
Dengan pemenuhan perjanjian antara prabu Dasaratha pada Kekayi, maka kisah Ramayana memasuki kitab kedua, yang isinya menyatakan bahwa Rama, Sita dan Laksmana dibuang ke hutan Dandaka atas permohonan Kekayi, wafatnya prabu Dasaratha dan perwujudan simbolisasi hati yang baik dari Bharata yang tidak haus kekuasaan.
Kitab ketiga berisi tentang kisah Rama, Sita dan Laksmana di pengasingan (hutan Dandaka), kitab ini juga menceritakan kisah Sita yang kemudian diculik oleh Raksasa Rahwana ke kerajaan Alengka karena penolakan Laksmana terhadap seorang raksasa wanita bernama Sarpa Kenakha, serta pertarungan antara Jatayu dengan Rahwana.
Kisah penculikan Sita seperti yang telah di terangkan pada alinea-alinea sebelumnya melibatkan kamuflase berupa kijang emas yang pada Ramayana Walmiki diyakini sebagai perwujudan Rahwana dan pada Ramayana Bali diyakini sebagai perwujudan Kala Marica, yaitu patih Rahwana.
Pada kitab ketiga juga muncul tokoh Jatayu yang berusaha untuk menyelamatkan Sita namun gagal, kegagalannya yang menyebabkan kematian pada Jatayu ternyata tidak sia-sia, karena sebelum menghembuskan napas terakhir, Jatayu sempat memberitahukan siapa yang menculik Sita pada Rama yang telah kembali.
Kitab keempat, kelima dan keenam berisi perjalanan Rama untuk menyelamatkan Sita dari tangan Rawana dengan berbagai bantuan dari pasukan tentara negara tetangga, diantaranya dengan negeri kera, terbunuhnya Rahwana serta diselamatkannya Sita dari kerajaan Alengka.
Kitab ketujuh yang juga merupakan kitab terakhir dan penutup akhirnya menceritakan Sita yang sudah diselamatkan dari kerajaan Alengka. Seperti yang telah disinggung pada bagian sebelumnya, diketahui bahwa akhir cerita antara Ramayana Bali dan Ramayana versi Walmiki berbeda, dimana pada Ramayana Bali, sepulangnya Rama dan Sita mereka hidup bersama di Ayodya, sedangkan pada Ramayana Walmiki, Rama dan Sita terpisah.
Demikian ualasan tentang cerita Ramayana salah satu epik terbesar dari India yang menjadi cerita pewayangan yang populer di Indonesia.
0 comments:
Post a Comment